BUKIT LAWANG, Pesona Surga Orang Utan di Taman Nasional Gunung Leuser
BUKIT LAWANG, Pesona Surga Orang Utan
di Taman Nasional Gunung Leuser
![]() |
Jembatan gantung menuju Ecolodge Hotel |
24
Juni 2017, Awalnya tidak ada rencana untuk berlibur kemana-mana
sama sekali untuk libur panjang Lebaran tahun ini. Namun saya kembali teringat
artikel majalah Aplaus tahun 2016 yang pernah saya baca. Pada salah satu
artikelnya terdapat artikel tentang Restoran Bambu Ecolodge yang menarik
perhatian saya.
![]() |
Sungai Bukit Lawang |
Singkat cerita, daripada
mati kebosanan di rumah, saya lakukan browsing tentang Hotel Ecolodge di
internet. Dengan cepat saya memberitahu keluarga tentang hal ini. Lagian sudah
5 tahun lebih kami tidak pergi ke Bukit Lawang, kan bosan kalau cuman ke
Berastagi dan Danau Toba tiap tahun. Setelah keluarga saya setuju, hari itu dan
detik itu juga saya Booking kamar secara online lewat aplikasi Traveloka.
E-voucher 2 kamar tidur dengan
tipe kamar ‘Siamang’ untuk tanggal 25 yang dimana adalah tipe kamar yang Setara
kamar deluxe, serta tipe kamar ‘Hornbill’ untuk tanggal 25 telah dikirim ke
akun saya. Setelah semua urusan akomodasi siap, tinggal menunggu esok hari
untuk berangkat. Kali ini rombongan kami berjumlah 2 mobil.
25 juni 2017, Pagi-pagi
pukul 7 kami semua sudah siap. Oh ya, kemarin malam kami sudah siap packing
semua kebutuhan yang diperlukan. Pukul 8 pagi kami mulai jalan, kondisi jalan
pagi itu masih sepi karena masih lebaran hari pertama, jadi tidak ada kendala
macet sama sekali.
Perjalanan Dari Medan
menuju Bukit Lawang berkisar 3 sampai 3 setengah jam.
Berikut saya uraikan rute
perjalannya :
- · Medan-Binjai (Via Jalan Tol sekitar 30 km)
- · Binjai-Selesai (Via Jalan non-Tol 11 km)
- · Selesai-Kuala (Via Jalan non-Tol 18 km)
- · Kuala-Tanjung Langkat (Via Jalan non-Tol 22 Km)
- · Tanjung Langkat-Bukit Lawang (Via Jalan non-Tol 29 km)
- · Total panjang perjalanan adalah 110 km
![]() |
Gerbang keluar tol medan-binjai |
Kami memutuskan melewati
jalan tol Medan-Binjai yang belum rampung 100%. Alasannya karena
tol ini baru sehingga membuat kami penasaran walaupun jalannya masih belum
mulus dan infrastruktur berupa penerangan dan rambu-rambu masih sangat minim. Pintu
Gerbang tol Medan-Binjai nantinya akan berada dijalan Kapten Sumarsono Medan
dan gerbang tol keluar Binjai akan berada dijalan Megawati.
Seharusnya jarak
perjalanan Medan-Bukit Lawang adalah 78 km saja, itu kalau melewati jalan Jamin
Ginting yang merupakan jalan baru yang sudah bersapal dan mulus tentunya. *Tapi
bukan Jalan Jamin Ginting untuk yang ke arah Berastagi yah. Beda.
Perjalan Medan-Binjai
mulus-mulus aja, sampai ke Kecamatan Bahorok baru deh kerasa ‘Naik Kudanya’.
Jalannya hancur lebur, banyak lobang menganga sperti kubangan kerbau, kalau
ditarok ikan mungkin bisa berkembang biak disana hehe. Bagi yang naik mobil
sejenis sedan atau city car mending lewat jalan baru yang tadi saya bahas.
![]() |
Jalan menuju bukit lawang |
Keuntungan Lewat jalan
ini adalah bisa latihan off-road gratis, bisa menyaksikan
pemandangan yang lebih indah, bisa memperkuat mental dan fisik, serta bisa
lebih dekat dengan budaya masyarakat sekitar, lah apa hubungannya, karena
sepanjang jalan ini kita melewati pemukiman penduduk jadi kita bisa melihat
kehidupan mereka sehari-hari.
Oh yah, satu lagi selama
perjalan ke Bukit Lawang mulai dari Binjai kita akan melewati 11 sungai besar
dan sedang. Jadi kalau mau tau udah mau sampai atau belum hitung aja berapa
jembatan yang sudah kalian lalui.
Pukul 12 siang lewat
dikit kami tiba di Bukit Lawang. Sebelum melewati Gerbang masuk kami harus
membayar Rp,3000 perorang, setelah itu kami juga harus membayar parkir
Rp,30.000 per mobil.
Kami parkir mobil kami di
tempat parkir yang ada di depan Hotel Rindu Alam. Setelah menurunkan barang bawaan
dari bagasi mobil kami menuju ke Hotel Ecolodge. Hotel ini letaknya diseberang
sungai Bukit Lawang tepatnya di seberang Hotel Rindu Alam. Jadi kita mesti dan
harus melewati jembatan gantung yang menghubungkan kita ke seberang.
![]() |
Papan tanda bahwa kita telah memasuki kawasan ekowisata Bukit Lawang |
Letak Counter Check-in
Hotel Ecolodge berada di Restoran Bambu-nya yang artistik itu. Setelah
Check-in, kami request kamar bersebelahan dan untungnya tersedia. Sebenarnya
kami booking kamar yang berbeda antara tanggal 25 dan 26. Untuk tanggal 26 kami
booking kamar tipe Hornbill yang merupakan tipe kamar dibawah tipe Siamang dan
tentunya lebih murah. Namun karena kami turis lokal pertama yang datang tanggal
25 kami ditawarkan menginap di kamar Siamang 2 hari berturut-turut, yeay.
Mungkin juga karena banyak karyawan yang mudik jadi kekurangan tenaga karyawan
buat bersihin kamar kalau kita tinggal di dua kamar yang berbeda tipe dalam 2
hari.
![]() |
Restoran bambu yang juga berfungsi sebagai bar dan Counter hotel |
![]() |
Denah Lokasi Ecolodge Hotel |
Saatnya ke kamar. Kamarnya
lumayan bagus dan membuat kami serasa di alam bebas, karena semua perabotannya
terbuat dari bamboo serta jendela besar yang menghadap ke hutan hujan tropis
yang masih sangat asri.
Tak lama, kami dipanggil
ke tempat check-in kirain ada apa ternyata mau dikasih Wellcome Drink, yaitu
berupa mocktail atau Just Buah tropis. Lumayan buat adem-ademan.
Tidak banyak hal yang
kami lakukan hari ini, setelah makan siang di restoran bamboo, kami duduk-duduk
di atas restoran bamboo yang merupakan tempat luas dengan kursi malas jadi bisa
duduk bermalasan sambil melihat pemandangan hutan dan sungai.
![]() |
Lantai 2 Restoran bambu |
Saya
lupa kasih tau Bukit lawing itu apa.
Jadi, Bukit Lawang adalah
tempat wisata yang terletak di Bahorok, Sumut. Main object atau objek utama
dari tempat ini adalah sungai-nya yang jernih dan masih sangat asri. Selain itu
Bukit Lawang juga merupakan gerbang masuk ke Taman Nasional Gunung Leuser. Di
sepanjang sisi sungai ini terdapat hotel, cottage, resotoran, bar, pasar
wisata, toko baju dan aksesoris dan atraksi wisata lainnya.
![]() |
Toko baju dan aksesoris disepanjang jalan pinggir sungai |
Pada Tanggal 25 Juni banyak
sekali bule atau turis mancanegara yang datang ke Bukit Lawng. Dimana-mana
pasti ada bule, rasanya seperti bukan di Indonesia. Mereka datang ke Bukit
Lawang dengan jasa tour secara berkelompok. Karena tidak banyak yang
kami lakukan di hari pertama, jadi langsung saja lanjut ke hari ke-dua.
26
Juni 2017. Rencana hari
ini adalah mencari jasa guide yang akan membawa kami trekking ke Taman
Nasional Gunung Leuser untuk melihat Orang Utan.
Pukul 8 pagi kami menuju
restoran bamboo untuk sarapan. Oh ya, kamar kami sudah termasuk sarapan gratis.
Menu sarapanya bukan buffet tapi dengan menu, pilihannya ada Amerikan Breakfast
yang terdiri dari roti, telur dan salad, Nasi Goreng Telur, Mie Goreng, dan
Roti Sandwich.
Tentunya sebagai orang
Indonesia kami memilih makan nasi goreng. Penyajiannya cukup lengkap. Nasi
goreng di sajikan diatas piring bamboo persegi yang dilapisi daun pisang plus
ada telur mata sapi, Salad buah Tropis, Kerupuk ikan, sayur lalap (kol, timun
dan tomat), serta segelas kecil jus semangka.
Setelah sarapan saatnya
jalan-jalan, kami berjalan menelusuri jalan disepanjang pinggir sungai. Setelah
itu balik lagi, haha. Awalnya ingin mencari jasa guide tapi semuanya nawarin
harga yang lumayan mahal, jadi kami jalan saja sampai ada seorang guide yang
nawarin jasa guide untuk trekking liat Orang Utan, jadi kami tanya-tanya
tentang harga. Karena ada teman yang penasaran tentang goa jadi sekalian kami
tanya. Hingga akhirnya guidenya setuju untuk membawa kami trekking ke Taman Nasional Gunung Leuser, Bat Cave dan yang terakhir ke Sungai Landak.
Perlu diingat trekking
biasanya memakan waktu satu hari jadi harus siap mental dan kuat fisik
tentunya. Setelah semua oke dan negosiasi harga selesai kami mulai trekking.
Kami berjumlah 5 orang
dan semuanya laki-laki, yang perempuan sebaiknya pikir baik-baik karena butuh
fisik yang kuat untuk trekking di dalam hutan. Untuk harga, kami sepakat dengan
harga Rp.350.000 untuk 5 orang. NB: selama trekking tidak ada makanan atau minuman
yang disediakan guide jadi semua harus dibawa sendiri dan kalau bisa dimasukkan
ke dalam ransel jadi saat masuk ke hutan kita tidak mengundang hewan liar untuk
mendekat.
Setelah trekking kurang
lebih 2 jam naik turun jalan terjal dan licin karena berlumpur, akhirnya ada
tanda-tanda munculnya Orang Utan. Orang Utan pertama yang kami lihat sedang
duduk diatas ranting pohon yang sangat tinggi serta tertutup semak belukar
sehingga tidak terlihat jelas. Jadi kami menuju spot lainnya, kali ini Orang
Utannya Betina dan dapat terlihat jelas serta terlihat jinak jadi banyak turis
yang tidak membuang kesempatan untuk berfoto dan berinteraksi dengan Orang Utan
tersebut. Setelah itu kami berjalan agak jauh dan menemukan Orang Utan jantan
yang sangat besar. Menurut guide kami usinya sekitar 60an tahun. Kali orang
utannya agak ganas dan sempat menyerang kelompok tourist bule, sampe guide
mereka teriak BACKWARD!!BACKWARD!!
Oh ya, kata guide kami
kalau Orang Utan itu punya panjang usia seperti manusia bahkan bisa lebih tua
dari rata-rata usia manusia sekarang dan Orang Utan punya siklus perkembang
biakan yang lambat. Orang utan baru bisa hamil setelah usia 9 tahun dan
sepanjang hidupnya hanya bisa hamil 5 sampai 6 kali saja, jadi populasinya
sekarang semakin berkurang.
Setelah puas melihat
Orang Utan kami memutuskan turun gunung, menurut penuturan guide kami, biasanya
Orang Utan jantan itu sangat susah di temukan kalaupun ada pasti di pohon yang
sangat tinggi. Biasanya kalau sudah melihat Orang Utan jantan kita tidak
diizinkan menjelajah lebih jauh lagi untuk mencari orang utan lainnya. Hal ini
karena Orang Utan jantan punya wilayah kekuasaan masing-masing jadi kehadiran
manusia bisa membuatnya merasa terancam dan menyerang sehingga menyebabkan
kegaduhan dan lebih parahnya lagi bisa mengundang Orang Utan jantan lainnya
untuk saling menyerang.
Naik ke tempat Orang Utan
butuh 2 jam begitu juga turunnya. Jadi siap-siap kaki penuh bekas lumpur dan
keram bagi yang tidak biasa jalan jauh. Belum lagi banyak sekali nyamuk hutan
yang siap menghisap darah anda. Jadi pastikan sudah pakai lotion anti nyamuk.
Banyak sekali ilmu pengetahuan
yang kami dapatkan selama trekking, bukan hanya tentang Orang Utan namun kami
berlajar banyak tentang tanaman di hutan, kehidupan hewan dihutan, dan cara
bertahan hidup dihutan, yang dijelaskan satupersatu oleh guide kami. Banyak
sekali pelajaran yang tidak akan kamu dapatkan di sekolah tapi dapat dengan
mudah kamu pahami di dalam Hutan ini.
Setelah turun, kami
memutuskan untuk makan siang di post peristirahatan dengan bekal seadanya yang
kami bawa didalam ransel. Kami diberi waktu 1 setengah jam. Setelah semua siap
kami melanjutkan perjalanan menuju Bat Cave atrau masyarakat disini menyebutnya
Goa Kampret (hati-hati bukan Gua Kampret).
Perjalan ke Goa Kampret
butuh 3 jam, jadi mental dan fisik harus kuat. Tapi saya yakin kalian tidak
akan merasa capek apalagi merasa tertekan, karena kalian akan melihat
pemandangan hutan sebenarnya dan melihat hal-hal yang belum pernah anda lihat
sebelumnya (bukan hantu).
Di sepanjang perjalanan
kami tidak menemukan orang lain selain kita. Suasana hutan yang lembab, sepi
dan sejuk menambah kesan mengerikan hutan ini, belum lagi banyak suara-suara
hewan yang kita tidak tahu hewan apa itu.
Setelah 3 jam kami sampai
di post terakhir di pintu masuk Goa. Disana guide memberikan waktu istirahat 15
menit, sisanya 15 menit penjelasan guide yang musti kita dengar baik-baik, dan
5 menit persiapan peralatan berupa senter dan alat-alat yang dipegang oleh
guide kami.
Nantinya didalam Goa akan
ada 3 seksi yang masing-masing seksi punya keberagamannya masing-masing. Mulai
dari pintu masuk goa, kami harus jalan turun menuju mulut goa yang letaknya 10
meter dibawah permukaan tanah, tidak ada tali pengaman apapun, kami harus turun
dengan penuh konsentrasi melewati jalan setapak berlumpur yang hanya dikasih
kayu sebagai pijakan. Untuk turun ke mulut goa kami butuh 10 menit padahal
jaraknya dari pintu masuk hanya 30 meter.
Jauh dari ekspektasi.
Awalnya kami kira ini cuman Goa Biasa yang dibuka untuk turis biasa. Namun
ternyata jauh dari ekspektasi kami, masksudnya Goa ini adalah goa yang masih
alami dan goa yang medannya cukup berat untuk orang awam biasa. Kalau kalian
tidak mampu, katakan kepada guide untuk berhenti di seksi pertama sebelum anda
menangis karena terkejut dan merasa down dengan jalur yang harus dihadapi di
seksi 2 dan seksi 3. Beneran, bukan menakut-nakuti.
Di seksi 1 kalian akan
melewati jalan jalan sempit dibalik celah batu dan masih terang karena langit
goa masih berbentuk sedikit celah untuk masuknya cahaya serta yang paling
identic adalah adanya lumut yang tumbuh di batuan goa karena bagian goa ini masih
dapat dijangkau tumbuhan liar dari hutan hujan tropis yang berada di atas Goa.
Mulai seksi 2 kalian
harus menyebrangi batuan runcing dan licin yang tidak rata dan terdapat lobang
yang sangat dalam, jika kalian terperosok maka dipastikan kalian akan luka-kuka
dan sulit untuk diangkat ke atas. Di seksi 2 mulai terlihat kelelawar bergelantungan
diatas langit-langit goa yang sangat tinggi dan sangat gelap, jadi diseksi ini
senter harus dihidupkan dan harus selalu mendengarkan arahan dari guide. Ini
merupakan seksi yang paling panjang di sini dan terdapat batu nisan, bukan batu
nisan sungguhan, melainkan tetesan air yang membentuk batuan stalagtit yang
menyerupai makam. Serem memang. Disepanjang goa kalian akan ditemani suara
kelelawar yang bergelantungan, suara tetesan air, sarang-sarang burung wallet
dan beberapa laba-laba beracun yang menempel di dinding goa bahkan sarang ular
di lubang-lubang yang ada di dinding goa.
Jangan panik, itulah yang
harus kalian lakukan, jangan memegang dinging goa dan terus berjalan. Begitulah
arahan dari guide kami. Perlu diingat di seksi ini hampir semua jalanya
tergenang air jadi bisa dipastikan sepatu anda akan basah.
Awalnya saya tidak tahu
kalau didinding goa itu banyak lubang tempat laba-laba beracun, saya sempat
ingin menyenderkan tangan saya di dinding goa untuk menyeimbangkan badan saya
karena melewati jalanan berbatu. Untungnya secara tak sengaja saya mengarahkan
senter saya ke dinding goa dan barulah ketahuan kalau banyak laba-laba yang
menempel di dinding yang ukuranya kira-kira sebesar bola pingpong namun lebih
pipih dan berwarna senada batu goa jadi terlihat samar-samar. Kata guide kita,
itu laba-labanyak beracun sehingga membuat saya ingin cepat keluar.
Sampailah kita di akhir
dari seksi 3, awalnya kami ingin menyudahi sampai diseksi ini, namun karena ada
teman yang bilang saying-kan, tinggal 1 seksi lagi kita sudah menjelajahi
seluruh goa. Dengan berat dan yakin, kami menuju ke seksi 3.
Untuk menuju ke seksi 3
rintangan yang harus kami lewati tidak kalah rumit, kami harus melewati celah
dinding sebesar 40cmX40cm yang pastinya orang yang lebih gendut tidak akan
muat. Bukan hanya satu atau dua lubang yang segitu kecilnya, tapi kami harus
melewati lubang lubang sempit yang jumlahnya puluhan, dan kalau tidak hati-hati
siap siap kepala bocor atau paling ringan bendol, karena di balik lubang ada
batuan tajam ataupun stalagtit-stalagtit tajam yang siap menyambut kepala kita.
Akhirnya sampai di seksi
3, di seksi ini merupakan sarangnya kelelawar, kita bisa melihat ratusan bahkan
ribuan kelelawar yang bergelantungan di langit-langit goa. Walaupun kelelawar
tersebut tidak akan mengganggu tapi tetap saja harus was-was. Selain kelelawar
juga banyak sarang wallet di lubang dinding-dinding goa. Di seksi ini terdapat
2 cabang goa yang masing-masing buntu. Sebenarnya di cabang goa kedua yang kami
masuk itu tidak benar-benar buntu karena diujung goa terdapat lubang yang
menganga keatas yang kalau kita perhatikan masih terdapat jalur goa lainnya
lagi, namun belum terjelajahi atau belum diteliti. Diseksi ini kalian akan merasa sedikit sesak
karena goa ini berada di kedalaman 50an meter dan gelap total serta lembap.
Seperti sebelumnya, Masuk
ke goa penuh rintangan begitu juga keluarnya. Masuknya sih masih segar dan
semangat tapi keluarnya bikin stress karena memory kami terus mengingat hal-hal
menakutkan di jalur yang sudah kami lalui untuk masuk ke goa ini. Hal lainnya
yang bikin kita tidak semangat adalah, sepatu yang basah, bekas lumpur yang
menempel di kaki, kaki pegal, dan yang paling parah harus kembali melewati
seksi 2 yang banyak laba-labanya.
Pukul 3.00 sore, akhirnya
kami keluar dari goa. Disitu baru terasa panasnya udara luar, karena kondisi
didalam goa cukup adem seperti ruangan ber-AC.
Setelah istirahat
sebentar, kami melanjutkan perjalanan ke tempat terakhir yaitu Sungai Landak. Sebenarnya
saya sudah pernah ke Sungai ini, cuman karena itu sudah lama dan juga ada teman
yang belum pernah kesana jadi sekalian saja. Dari Goa ke sungai landak perlu
berjalan kaki sekitar 1 setengah jam, kali ini jalannnya lebih mudah karena
hanya melewati perkebunan karet yang jalannya tidak terlalu sulit dilalui.
Kami tiba di sungai
landak sekitar jam 4 sore. Tidak seperti yang saya pikirkan, sungai ini tidak
seindah dulunya lagi. Di pinggir tebing sungai mulai ada beberapa bangunan
rumah warga yang dulunya tidak ada, lebih parahnya lagi ada warung di salah
satu sisinya, dimana banyak sampah plastik dibuang begitu saja. Hal lainnya
yang cukup disayangkan adalah, banyak masyarakat sekitar yang menggunakan
sungai ini untuk mandi dan cuci rambut, jadi membuat sunagi ini mulai tercemar.
Setelah istirahat di
pinggir sungai landak dan foto-foto sekitar 30 menit, kami memutuskan kembali
ke Hotel kami. Perjalanan dari sungai landak ke hotel butuh 2 jam-an.
![]() |
Gerbang masuk Taman Nasional Gunung Leuser |
![]() |
Touris Bule yang sedang menunggu munculnya orang utan |
![]() |
Orang Utan Pertama yang kami jumpai |
![]() |
Orang Utan Kedua yang kami jumpai |
![]() |
Orang Utan ketiga yang kami jumpai |
![]() |
Merupakan Orang Utan Terbesar yang kami temui, usianya sekitar 60-an tahun dan sempat ingin menyerang tourist |
![]() |
Goa di seksi 1 |
![]() |
Jalur menuju goa seksi 2 yang harus kami lewati |
![]() |
Stalagtit pada goa seksi 2 |
![]() |
celah sempit yang harus kami lalui untuk menuju ke goa seksi 3, disini kita harus sedikit merayap |
![]() |
![]() |
Goa di seksi 2 |
![]() |
sungai landak |
Akhirnya sampai di Hotel.
Sekitar pukul 5 sore kami
tiba di hotel. Dengan segera kami masuk
ke kamar kemudian cuci kaki dan cuci muka. Setelah itu duduk termenung melihat
kaki yang pegal-pegal hahah. Sehabis mandi saatnya makan malam atau lebih
tepatnya makan sore. Karena bosan dengan makanan restoran, kami memutuskan
untuk jalan-jalan sambil melihat dan mencari restoran yang cocok dengan selera yang
tersebar disepanjang jalan di pinggir sungai. Akhirnya kami memutuskan makan di
sebuah warung Nasi Padang. Lumayan buat re-charge energi karena pedasnya.
Setelah makan, kami ke
restoran bamboo untuk sekedar duduk-duduk. Banyak sekali bule disana jadi kami
pergi ke atas restoran untuk relax dan santai sebentar mumpung ini adalah malam
terakhir kami disini. Niatnya cuman pengen duduk tapi Karena tiba-tiba hujan
dan gak bisa reda jadinya kami ketiduran di atas restoran bamboo.
Karena hujannya gak
reda-reda, kami duduk di mini bar di bawah restoran dam memesan minuman. Tapi karena
adanya cuman minuman dingin, akhirnya kami memesan float saja. Udah dingin
tambah dingin.
27
Juni 2017. Saatnya kembali ke Rumah.
Pukul 8 pagi setelah
mandi kami ke rumah kerabat yang ada dibukit lawang yang merupakan orang
melayu. Kemarin kami di undang datang kerumahnya untuk makan-makan dalam rangka
Hari Lebaran. Setelah makan-makan dan berbincang cukup lama. Kami kembali ke hotel
untuk check-out. Pukul 11.30 kami berangkat pulang. Sesampainya di Kota
Brahrang kami singgah untuk makan ‘Tau Kua He Ci; yang terkenal itu.
Pukul 4 sore kami tiba di
kota medan.
*NB : Juga tersedia tour
trekking 3Hari2malam bagi yang ingin merakan sensasi tinggal dihutan
Komentar
Posting Komentar